Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, dinilai gagal mengonsolidasikan lembaga-lembaga di bawah kewenangannya. Ini menjadi salah satu alasan anggota Komisi VII DPR, Mulyanto, mendukung bekas Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu dicopot.
BRIN merupakan organisasi yang terbentuk atas fusi Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) dan 4 lembaga pemerintaha nonkementerian (LPNK). Pembentukannya berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2019.
Sementara itu, Komisi VII DPR dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Senin (30/1) malam, merekomendasikan pemberhentian Tri Handoko. Keputusan itu disetujui anggota dewan yang hadir.
"Pimpinan BRIN yang ada sekarang ini tidak dapat mengonsolidasikan lembaga-lembaga di bawah kewenangannya. Karena itu, saya mengusulkan agar pimpinan BRIN sekarang diganti saja," kata Mulyanto, Selasa (31/1).
Politikus PKS ini heran dengan proses transisi yang terjadi. Pangkalnya, sejak dibentuk pada 2021, peralihan tersebut, seperti sumber daya manusia (SDM), kelembagaan, dan anggaran, belum selesai sampai sekarang.
Menurutnya, kapasitas impelementasi program juga lemah dan tak implementatif. Hal tersebut memicu beberapa masalah tentang BRIN menyeruak, salah satunya pernyataan peneliti BRIN tentang potensi badai dahsyat di Jabodetabek pada akhir 2022.
Mulyanto berpendapat, munculnya pendapat peneliti BRIN atas potensi badai dahsyat itu tanpa didahului koordinasi dan validasi data. Namun, justru langsung memberikan pernyataan terbuka sehingga memicu kepanikan warga.
"Apa kewenangannya? Walaupun saya tahu BRIN melakukan studi early warning system dengan bantuan Jerman, data-data itu kuat, tapi yang berhak menyampaikan ke publik itu BMKG," tegasnya.
"Sekarang kita dikejutkan lagi, seorang periset memberikan segepok data APBN yang bersifat rahasia, detail kepada wartawan. Itu apakah terkendali atau tidak dokumen seperti itu?" sambung dia.
Mulyanto melanjutkan, dengan kondisi seperti ini, tidak heran jika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan persoalan anggaran infrastruktur di BRIN pada 2022. Ombudsman mendapati berbagai masalah SDM dan lainya.
"Jadi, cita-cita ingin mengonsolodasikan, mengintegrasikan lembaga riset tidak terjadi. Yang bisa dilakukan Kepala BRIN saat ini hanya menggabungkan status kelembagaan saja. Di dalamnya konsolidasi anggaran, program, tidak jalan," tegasnya.
"Anggaran BRIN yang kita harapkan menjadi Rp24 triliun, adanya kurang lebih hanya Rp6-Rp7 triliun. Padahal, semua lembaga sudah melebur," tandasnya.